Aku sampai di titik dimana aku sadar bahwa aku telah
berjalan terlalu jauh dari garis yang sewajarnya aku harus ada di sana, garis
dimana kala itu aku merasa begitu dekat dengan-Mu, merasakan kesejukan yang
teramat dari apa yang biasa kusebut pelajaran kehidupan, lebih tepatnya
pelajaran yang Kau berikan melalui apa yang harus aku lewati.

Kulirik hatiku kala mulutku ini tak berhenti mengeluh, masih
merasa tak cukup atas apa yang ada dan tak melihat sisi kesulitan yang lain
yang jauh dari cukup dibanding aku
Kutengok ulang hatiku kala aku masih memiliki sejuta alasan
untuk melakukan apa yang Kau perintahkan, entah serigan apa perintah-Mu, aku
yang merupakan professor ahli alasan ini tak pernah menyelami lebih dalam apa
maksud di balik apa yang Kau inginkan dariku, dariku yang teramat buta.
Kujenguk ulang hatiku kala aku masih berada dalam posisi
untuk marah dan menyimpan luka atas apa yang kudapat dari orang di sekitarku,
amarah membuatku lupa atas hal besar yang sebenarnya ada di balik itu semua.
Bahwa mereka menyiapkan aku untuk menjadi orang besar yang begitu tangguh.
Kutilik ulang hati ini kala ia sedang tercebur menikmati
dinginnya air kemaksiatan yang begitu membuat aku terlelap. Aku terlalu beku
untuk memahami bahwa ini begitu hanya sesaat dan aku harus segera meninggalkannya
sebelum ia meninggalkanku dengan menyisakan tangis.
Kutatap ulang hatiku yang begitu hitam, hati yang merupakan
asal dari semua gerak, hati yang keadaannya menjadi wakil bagi diriku yang
begitu buta ini, hati yang di dalamnya tersembunyi satu kata yang paling
bermakna dan menjadi komando atas apa yang menjadi sinyal bagi hati. Iman, ya
iman imanku yang begitu compang-camping.
__Jadikan aku pemilik iman yang selalu bersyukur, menjadi
bagian kecil dari para pengagum-Mu yang hatinya bergetar jika tersebut nama-Mu.__
0 komentar:
Posting Komentar